Karena Allah mengambil tulang rusuk yang bengkok ini untuk menciptakan Hawa. Maka para pria harus memperlakukan wanita dengan lembut dan sabar. Jika ditekuk akan patah, jika dibiarkan akan semakin bengkok.
Pakar Hadits al-Bukhari menyampaikan sebuah narasi dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi Muhammad saw, memerintahkan untuk menasihati para wanita dengan bijaksana.(hadits no 5186).
Adakah karunia yang lebih utama dari wanita (istri) yang bertaqwa? Siapakah yang sedia menerima tulang rusuk yang patah?
Gagasan ini tak serta-merta meremehkan posisi wanita dalam pandangan pria. Raghib al-Ashfihani pakar susastra arab ini, memberikan penekanan adanya keterkaitan erat unsur maskulin pada wanita.
Bukankah Hawa tercipta dari tulang rusuk seorang pria? Sehingga hakikat menasihati wanita, dapat diartikan sebagai perwujudan memperbaiki diri sendiri.
Disebabkan tulang rusuk bengkok itu merupakan bagian dari keseluruhan seorang pria, beberapa penafsir bahkan mengemukakan pandangan yang cukup berani tentang hasrat dan kerinduan yang terus menerus dari bagian itu (istri) kepada keseluruhannya (suami) dengan tak terbagi.
Tulang rusuk bengkok itu menempuhi jalan berliku untuk menepati janjinya atas kesetiaan.
Ibnul Mundzir, Mufasir abad ke 2 hijriah ini, mengutip Mahaguru Tafsir dari kalangan sahabat, Ibnu Abbas ra. Bahwa terciptanya wanita dari bahagian pria menjadikan gairah dan kesetiaannya hanya pada pria (suaminya), maka cintailah wanita (istri) kalian. Hal ini berbeda dengan pria yang tercipta dari tanah.
Kalau boleh mengutip pepatah jalanan, “bagi pria, gagal dalam cinta adalah pengalaman, tapi bagi wanita, gagal dalam cinta adalah kehancuran”.
Tulang rusuk yang bengkok itu adalah karunia Sang Penggenggam Jiwa. Tercipta dengan tujuan memberikan arti bagi keberadaan kaum pria, akan hasrat pria (suami) untuk dihargai seutuhnya dengan tak terbagi dari wanita (istri).
Melalui tulang rusuk bengkok itu, sebagaimana disadari secara mendalam oleh penulis tafsir al-Qayyim, Allah telah mengungkapkan keagungan diri-Nya dalam cara yang paling indah dalam diri wanita. Bukan karena kecantikan atau kesempurnaan fisiknya.
Hanya dalam dongeng imajinatif, wanita memainkan perannya dalam peradaban melalui kecantikannya yang digambarkan melalui gemerlap cahaya yang penuh warna.
Hasbunallah wa ni’mal wakil
Sigit Suhandoyo
Dosen STAI al-Qudwah Depok